Media Proteksinews

Media Proteksinews

sample media terbit

sample media terbit

Cari Blog Ini


Laman

RNI

RNI
kantor pusat

Minggu, 12 Desember 2010

Masih Berkutat dengan Legislasi Internal


EVALUASI KABINET
 



Sejumlah terobosan yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam meningkatkan pembangunan hukum dan pelayanan jasa hukum telah berhasil mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi kementerian tersebut. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dinilai telah meletakkan dasar yang cukup baik dalam reformasi birokrasi di lembaga itu.
Agar bisa berjalan dengan baik, program tersebut perlu mendapat dukungan bawahannya di kementerian itu. Untuk itu, perlu ditingkatkan fungsi kesekjenan di kementerian tersebut.
Demikian rangkuman pendapat tentang kinerja satu tahun Kemenkumham yang diungkapkan pakar hukum dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji, pengajar hukum pidana UI Akhiar Salmi, pengamat kebijakan publik Hasanuddin Massaile, Sekjen Kemenkumham Abdul Bari Azed, dan anggota Komisi III DPR Yahdil Harahap secara terpisah di Jakarta, kemarin.
Dalam penilaian Indriyanto, Patrialis telah meletakkan dasar yang cukup baik dalam melakukan reformasi birokrasi di kementeriannya. "Pendekatannya tidak sekadar pendekatan legislasi, tetapi yang cukup progresif," kata Indriyanto.
Dia mencontohkan prioritas pemberian grasi kepada narapidana anak-anak dan lanjut usia. "Itu sangat signifikan mengurangi persoalan-persoalan lembaga pemasyarakatan," kata pria yang akrab dipanggil Anto itu.
Untuk itu, Anto menganjurkan agar di masa depan Kemenkumham jangan hanya berkutat dengan produk-produk legislasi internal, tetapi juga perbaikan sistem yang mengarah pada prevensi. Itu bisa dilakukan Kemenkumham bekerja sama dengan aparat hukum lain. "Dengan kata lain, jangan semua pelaku pelanggaran pidana dimasukkan ke penjara, tetapi dibuat peraturan yang membuat pelanggar benar-benar jera," ujarnya.
Apabila dengan peraturan itu pelaku secara berulang melakukan lagi tindak pidana, baru orang itu direhabilitasi dengan menempatkannya di dalam penjara agar timbul efek jera dan kemudian yang bersangkutan bisa dikembalikan ke masyarakat.
Namun, menurut Anto, itu sulit dilakukan jika merujuk pada mentalitas aparat penegak hukum. Menurut dia, untuk meminimalisasi perilaku tersebut, Indonesia setidaknya butuh waktu 10 sampai dengan 15 tahun, sedangkan untuk melakukan perbaikan mungkin perlu waktu lebih dari 30 tahun.
Perbaikan itu harus dimulai dari sinkronisasi peraturan tentang aparat penegak hukum. "Seperti di Jepang dibuat law enforcement act yang mengatur seluruh aparat penegak hukum di negeri itu," ujarnya.
Di Indonesia, itu diatur melalui peraturan yang terpisah, misalnya peraturan yang mengatur perilaku jaksa di Undang-Undang Kejaksaan. Begitu juga dengan anggota Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal senada diungkapkan Akhiar Salmi. Dia mengungkapkan, dasar yang sudah diterapkan Menkumham saat ini harus dilanjutkan, misalnya pengembangan lembaga pemasyarakatan. "Perlu terus didorong agar landasan untuk membuat kekhususan lembaga pemasyarakatan tetap berlanjut," kata Akhiar.
Sementara itu, Hasanuddin Massaile menilai, berbagai terobosan yang dilakukan Menkumham di seluruh unit kerja Kemenkumham tidak saja meningkatkan citra kementerian itu dalam memberikan pelayanan jasa hukum, baik di bidang pemasyarakatan maupun imigrasi, tapi juga meningkatkan citra kementerian.
"Faktanya di lapangan, pungutan liar (pungli) di imigrasi dan lembaga pemasyarakatan berkurang signifikan. Pembenahan dan sistem yang diberlakukan di kedua unit yang bersentuhan dengan pelayanan masyarakat itu membuat petugas sulit melakukan pungli," kata Hasanuddin.
Menurut dia, terobosan besar yang dilakukan Patrialis adalah menjadikan Kanwil Kemekumham sebagai pusat pelayanan hukum (law center) di daerah untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk mengoordinasikan penyusunan peraturan daerah (perda), sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. "Kalaupun baru terbentuk di 12 provinsi, ini menunjukkan bahwa membentuk law center tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Hasanuddin.
Sedangkan Yahdil Harahap menilai, selama satu tahun ini, Patrialis telah bekerja keras meningkatkan kinerja Kemenkumham. Karena itu, menurut dia, beberapa anggota Komisi III DPR justru mempertanyakan parameter yang digunakan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pimpinan Kuntoro Mangkusubroto yang memberi Kemenkumham "rapor merah".
Meski demikian, masih ada masalah yang harus ditangani Kemenkumham, misalnya pelayanan dan pembinaan narapidana, termasuk problem kelebihan kapasitas hunian di lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan).
Untuk itu, Menkumham perlu melakukan pembenahan internal di jajaran eselon satu dan eselon dua yang kerap dianggap sebagai penghambat kinerja Kemenkumham.
Menurut Abdul Bari Azed, percepatan reformasi birokrasi Kemenkumham ditandai dengan berhasilnya perbaikan opini atas laporan keuangan, dari disclaimer (tanpa pendapat) menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). "Ini loncatan yang cukup tinggi dan harus kami pertahankan," kata Bari. Tim Independen Reformasi Birokrasi dari UI bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara selama 28-30 Juni 2010 telah mengevaluasi kinerja Kemenkumham.
Hasilnya, Kemenkumham memperoleh nilai baik. Program terobosan, kata Bari, bukan saja guna meningkatkan pelayanan jasa hukum, melainkan utamanya menunjang perekonomian nasional. Januari 2010, sekitar 3.000 calon notaris diberi pelatihan dan diangkat menjadi notaris untuk memenuhi kebutuhan notaris di seluruh kabupaten dan kota. Karena itu, pengurusan badan hukum perseroan terbatas dipercepat dari satu bulan menjadi tujuh hari.
Untuk membuktikan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat ekonomi lemah, khususnya tenaga kerja Indonesia (TKI), maka untuk pengurusan paspor TKI yang pertama kali bekerja di luar negeri dikenakan biaya tarif Rp 0,OO (nol). Imigrasi juga telah menyelesaikan penerbitan paspor TKI bermasalah di Kinabalu dan Tawau sebanyak 110.000 paspor.
Kemenkumham, kata Bari, memberikan grasi kepada 42 orang narapidana anak. Pengajuan grasi bagi 32 napi usia lanjut masih diproses di Setneg. Untuk mengatasi over kapasitas penghuni LP/Rutan yang telah mencapai 45,70 persen dilakukan dengan membangun LP/rutan baru. Sejumlah gubernur dan bupati telah memberikan bantuan lahan untuk pembangunan lembaga pemasyarakatan.
Berbagai program terobosan, kata Bari, menunjukkan kementeriannya bekerja keras. Kalaupun ada yang menyebut "rapor merah", itu bukan berarti menteri dan aparatnya tidak bekerja keras. (Lerman


Sejumlah terobosan yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dalam meningkatkan pembangunan hukum dan pelayanan jasa hukum telah berhasil mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi kementerian tersebut. Bahkan, Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dinilai telah meletakkan dasar yang cukup baik dalam reformasi birokrasi di lembaga itu.
meletakkan dasar yang cukup baik dalam reformasi birokrasi di lembaga itu.
Agar bisa berjalan dengan baik, program tersebut perlu mendapat dukungan bawahannya di kementerian itu. Untuk itu, perlu ditingkatkan fungsi kesekjenan di kementerian tersebut.
Demikian rangkuman pendapat tentang kinerja satu tahun Kemenkumham yang diungkapkan pakar hukum dan guru besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) Indriyanto Seno Adji, pengajar hukum pidana UI Akhiar Salmi, pengamat kebijakan publik Hasanuddin Massaile, Sekjen Kemenkumham Abdul Bari Azed, dan anggota Komisi III DPR Yahdil Harahap secara terpisah di Jakarta, kemarin.
Dalam penilaian Indriyanto, Patrialis telah meletakkan dasar yang cukup baik dalam melakukan reformasi birokrasi di kementeriannya. "Pendekatannya tidak sekadar pendekatan legislasi, tetapi yang cukup progresif," kata Indriyanto.
Dia mencontohkan prioritas pemberian grasi kepada narapidana anak-anak dan lanjut usia. "Itu sangat signifikan mengurangi persoalan-persoalan lembaga pemasyarakatan," kata pria yang akrab dipanggil Anto itu.
Untuk itu, Anto menganjurkan agar di masa depan Kemenkumham jangan hanya berkutat dengan produk-produk legislasi internal, tetapi juga perbaikan sistem yang mengarah pada prevensi. Itu bisa dilakukan Kemenkumham bekerja sama dengan aparat hukum lain. "Dengan kata lain, jangan semua pelaku pelanggaran pidana dimasukkan ke penjara, tetapi dibuat peraturan yang membuat pelanggar benar-benar jera," ujarnya.
Apabila dengan peraturan itu pelaku secara berulang melakukan lagi tindak pidana, baru orang itu direhabilitasi dengan menempatkannya di dalam penjara agar timbul efek jera dan kemudian yang bersangkutan bisa dikembalikan ke masyarakat.
Namun, menurut Anto, itu sulit dilakukan jika merujuk pada mentalitas aparat penegak hukum. Menurut dia, untuk meminimalisasi perilaku tersebut, Indonesia setidaknya butuh waktu 10 sampai dengan 15 tahun, sedangkan untuk melakukan perbaikan mungkin perlu waktu lebih dari 30 tahun.
Perbaikan itu harus dimulai dari sinkronisasi peraturan tentang aparat penegak hukum. "Seperti di Jepang dibuat law enforcement act yang mengatur seluruh aparat penegak hukum di negeri itu," ujarnya.
Di Indonesia, itu diatur melalui peraturan yang terpisah, misalnya peraturan yang mengatur perilaku jaksa di Undang-Undang Kejaksaan. Begitu juga dengan anggota Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal senada diungkapkan Akhiar Salmi. Dia mengungkapkan, dasar yang sudah diterapkan Menkumham saat ini harus dilanjutkan, misalnya pengembangan lembaga pemasyarakatan. "Perlu terus didorong agar landasan untuk membuat kekhususan lembaga pemasyarakatan tetap berlanjut," kata Akhiar.
Sementara itu, Hasanuddin Massaile menilai, berbagai terobosan yang dilakukan Menkumham di seluruh unit kerja Kemenkumham tidak saja meningkatkan citra kementerian itu dalam memberikan pelayanan jasa hukum, baik di bidang pemasyarakatan maupun imigrasi, tapi juga meningkatkan citra kementerian.
         "Faktanya di lapangan, pungutan liar (pungli) di imigrasi dan lembaga pemasyarakatan berkurang signifikan. Pembenahan dan sistem yang diberlakukan di kedua unit yang bersentuhan dengan pelayanan masyarakat itu membuat petugas sulit melakukan pungli," kata Hasanuddin.
Menurut dia, terobosan besar yang dilakukan Patrialis adalah menjadikan Kanwil Kemekumham sebagai pusat pelayanan hukum (law center) di daerah untuk memudahkan pelayanan kepada masyarakat serta untuk mengoordinasikan penyusunan peraturan daerah (perda), sehingga tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. "Kalaupun baru terbentuk di 12 provinsi, ini menunjukkan bahwa membentuk law center tidak semudah membalikkan telapak tangan," kata Hasanuddin.
         Sedangkan Yahdil Harahap menilai, selama satu tahun ini, Patrialis telah bekerja keras meningkatkan kinerja Kemenkumham. Karena itu, menurut dia, beberapa anggota Komisi III DPR justru mempertanyakan parameter yang digunakan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) pimpinan Kuntoro Mangkusubroto yang memberi Kemenkumham "rapor merah".
Meski demikian, masih ada masalah yang harus ditangani Kemenkumham, misalnya pelayanan dan pembinaan narapidana, termasuk problem kelebihan kapasitas hunian di lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan).
lembaga pemasyarakatan (LP) dan rumah tahanan (rutan).
Untuk itu, Menkumham perlu melakukan pembenahan internal di jajaran eselon satu dan eselon dua yang kerap dianggap sebagai penghambat kinerja Kemenkumham.
Menurut Abdul Bari Azed, percepatan reformasi birokrasi Kemenkumham ditandai dengan berhasilnya perbaikan opini atas laporan keuangan, dari disclaimer (tanpa pendapat) menjadi wajar tanpa pengecualian (WTP). "Ini loncatan yang cukup tinggi dan harus kami pertahankan," kata Bari. Tim Independen Reformasi Birokrasi dari UI bekerja sama dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara selama 28-30 Juni 2010 telah mengevaluasi kinerja Kemenkumham.
Hasilnya, Kemenkumham memperoleh nilai baik. Program terobosan, kata Bari, bukan saja guna meningkatkan pelayanan jasa hukum, melainkan utamanya menunjang perekonomian nasional. Januari 2010, sekitar 3.000 calon notaris diberi pelatihan dan diangkat menjadi notaris untuk memenuhi kebutuhan notaris di seluruh kabupaten dan kota. Karena itu, pengurusan badan hukum perseroan terbatas dipercepat dari satu bulan menjadi tujuh hari.
Untuk membuktikan keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat ekonomi lemah, khususnya tenaga kerja Indonesia (TKI), maka untuk pengurusan paspor TKI yang pertama kali bekerja di luar negeri dikenakan biaya tarif Rp 0,OO (nol). Imigrasi juga telah menyelesaikan penerbitan paspor TKI bermasalah di Kinabalu dan Tawau sebanyak 110.000 paspor.
Kemenkumham, kata Bari, memberikan grasi kepada 42 orang narapidana anak. Pengajuan grasi bagi 32 napi usia lanjut masih diproses di Setneg. Untuk mengatasi over kapasitas penghuni LP/Rutan yang telah mencapai 45,70 persen dilakukan dengan membangun LP/rutan baru. Sejumlah gubernur dan bupati telah memberikan bantuan lahan untuk pembangunan lembaga pemasyarakatan.
Berbagai program terobosan, kata Bari, menunjukkan kementeriannya bekerja keras. Kalaupun ada yang menyebut "rapor merah", itu bukan berarti menteri dan aparatnya tidak bekerja keras.