Media Proteksinews

Media Proteksinews

sample media terbit

sample media terbit

Cari Blog Ini


Laman

RNI

RNI
kantor pusat

Minggu, 31 Januari 2010

SEKRETARIS SBY KENA BATUNYA
KPK memang oye. Setelah terkesan tebang pilih dalam menahan para tersangka kasus dugaan korupsi, seperti perlakuan terhadap besan SBY Aulia Pohan, kali ini malah tampak berani: menahan salah satu sekretaris SBY.

Apabila melihat penampilan para wakil rakyat yang berkantor di Senayan itu, kita pasti menduga mereka pandai dalam segala hal. Wajar, karena tugas utama mereka adalah membuat undang-undang dan mengawasi jalannya roda pemerintahan. Artinya, selain jago mengkritisi kerja anak buah SBY-JK, mereka juga terbiasa menata dan mengarsip dokumen.

Sayang, ternyata tidak semua punya integritas sebagai wakil rakyat yang mumpuni. Terbukti, mereka yang selama ini mengaku-aku total bekerja demi kepentingan rakyat ternyata malah berlaku patgulipat dan mudah tergiur oleh iming-iming kepentingan pemerintah.
Tragisnya lagi, wakil rakyat dari partai yang didirikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu malah ikut menikmati duit haram. Maka, lengkap sudah kebobrokan mental wakil rakyat produk pesta demokrasi tahun 2004 itu.

Adalah Sarjan Tahir, anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Demokrat, yang giliran kena batunya. Sekretaris SBY di pengurusan Dewan Pembina Partai Demokrat itu, kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam perkara alih fungsi hutan di Tanjung api-api, Sumatera Selatan. Padahal, kalau dia mengikuti jejak teman-temannya, mengembalikan duit yang pernah diterimanya, boleh jadi bekas Ketua DPD Partai Demokrat sekaligus Ketua Tim Kampanye SBY-JK wilayah Sumatera Selatan masih melenggang bebas kemana suka.
"Saya menghargai KPK," kata Sarjan lantang ketika memasuki mobil tahanan untuk dibawa ke rutan Polres Jakarta Utara.

Dijelaskan Wakil Ketua Bidang Penindakan KPK Chandra M Hamzah, pemeriksaan kasus alih fungsi hutan sudah sejak 27 Februari 2008 dan untuk sementara masih ada satu tersangka. "Besarnya dana masih dikembangkan dan kami masih terus menyidik kasus ini," katanya.
Ditambahkan, sudah ada enam orang anggota dewan yang mengembalikan dana-dana yang tidak jelas tersebut. Dari enam orang itu, empat orang mengembalikan langsung ke orangnya. “Namun, KPK akan melakukan tindakan evaluasi terhadap hal itu," ujarnya.
Sebelumnya, dua rekan Sarjan di Komisi IV DPR, Imam Syuja dan Tamsil Linrung dari FPAN, mengaku mendapat sejumlah uang ketika terlibat dalam pembahasan alih fungsi hutan lindung di Bintan dan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan. "Memang yang memberi uang, tapi sudah kita kembalikan tahun lalu. Jumlahnya Rp 20 juta dalam bentuk traveller cheque (TC)," kata Imam Syuja usai diperiksa KPK sebagai saksi.

Imam mengaku tidak ikut pergi ke Bintan dan Sumatra Selatan. Uang itu, lanjut Imam, diberikan oleh seseorang di ruang komisi IV. Namun karena tidak jelas dan tidak jelas akhirnya dikembalikan. "Orang itu hanya bilang ada titipan, tapi karena tidak jelas yang memberikan akhirnya dikembalikan," katanya.

Tamsil Linrung pun idem dito. Menurutnya, dia pernah menerima uang dari seseorang, sayangnya ia tidak mengingatnya. "Saya lupa orangnya," katanya
Tamsil juga mengaku tidak ingat jumlah uang yang diberikan orang itu. "Saya lupa jumlahnya tapi catatanya ada. Waktu itu dikembalikan ke fraksi," katanya.

Seperti diketahui, sebelum menjadi tahanan KPK Sarjan sempat berpura-pura bingung dengan keterkaitannya dlam perkara alih fungsi hutan mangrove menjadi Pelabuhan Tanjung Api-api. Namun, politisi Partai Demokrat ini kemudian mengaku tak punya pilihan selain'menikmatii kabar itu. "Saya nggak tahu (sudah ditetapkan tersangka). Saya sendiri jadi bingung, opini semakin kencang. Sudahlah, kita nikmati saja," ujarnya.

Reaksi serupa juga muncul dari Ganjar Pranowo, anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP). Dia bahkan sampai bersumpah mengatakan tidak mengetahui adanya aliran dana Rp 10 miliar dari pejabat daerah Kabupaten Banyuasin. Katanya, dia tidak masuk ke dalam tim yang membahas intens alih fungsi hutan untuk pelabuhan itu. Dia pun bertanya-tanya, siapa yang telah mengatakan dia menjadi operator uang miliaran itu. "Seingat saya, saya tidak ikut kunjungan lapangan ke sana (Tanjung Api-api). Makanya itu, negonya di mana? Wong hadir di situ juga sepertinya nggak," tuturnya.

Seperti halnya Sarjan, dia juga mengaku tidak punya pilihan lain atas kabar tersebut. Maklum, ini bukan kali pertama namanya disebut-sebut terlibat uang kotor. Namanya pernah disebut sebagai penerima aliran dana BI. Pun ketika rekan satu komisi di DPR, Al Amin, diseret KPK. Nama Ganjar sempat disebut-sebut lantaran menjadi anggota Tim Hutan Lindung Bintan. "Saya bukan malaikat. Mungkin saya bisa saja keliru. Mungkin saya pernah berlaku tidak benar. Kalau saya tidak benar dan ada konsekuensi hukumnya, tak lakoni," ucap Ganjar.

Sedangkan Sarjan sempat menjelaskan, apa yang telah dilakukan telah sesuai dengan mekanisme untuk proses alih fungsi hutan mangrove di Tanjung Api-api. Selain memakan waktu lebih dari satu tahun, ketika itu rapat Komisi IV memutuskan untuk merekomendasikan agar diproses oleh Dephut.
DPR, lanjut Sarjan, juga sudah meminta tim independen untuk mempelajari rencana alih fungsi itu. Hasilnya pun dibawa Dephut dalam rapat dengan Komisi IV. "Dari paparan Menhut, disimpulkan bahwa itu bisa ditindaklanjuti secara teknis oleh Pemda setempat," terangnya.

Tradisi Amplop

Kasus mega proyek Pelabuhan Tanjung Api-api, Sumatra Selatan, bermasalah setelah KPK menangkap anggota DPR Al Amin Nur Nasution. Mega proyek ini dikabarkan telah menelan dana tak kurang dari Rp 6 triliun. Setelah dilakukan pengembangan, istri Al Amin, diva dangdut Kristina pun dimintai keterangan oleh KPK. Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman dan sejumlah pejabat Sumsel telah diperiksa.

Pembangunan dermaga ini melahap ribuan hektare hutan mangrove (bakau), yang perubahan fungsinya harus memperoleh persetujuan menteri kehutanan dan DPR. Komisi IV DPR membidangi masalah ini. Pada 14 Agustus 2007, Menteri Kehutanan MS Kaban telah memberikan persetujuan alih fungsi hutan mangrove Tanjung Api api menjadi pelabuhan.

Proyek itu menjadi lancar, karena sejumlah anggota Komisi IV DPR yang ketika itu melakukan kunjungan kerja ke sana dapat amplop berisi traveller cheque (TC) senilai Rp35 juta. Malah, Imam Syuja dari Fraksi Pantai Amanat Nasional dan Muhfid Busyairi dari Fraksi Kebangkitan Bangsa. Keduanya sempat mencairkan TC tersebut, namun mengembalikan saat diperiksa KPK.
Muhfid mengakui, usai kunjungan dia mendapatkan amplop berisi TC senilai Rp 35 juta. Namun dia tidak ingat siapa pemimpin rombongan dan apakah Al Amin juga mengikuti kegiatan itu. "Saya memang memperoleh. Tapi saya punya prinsip, yang bukan gaji itu subhat (tidak jelas). Saya sudah mengembalikan (uang) itu," kata Muhfid. mahadir romadhon

Demokrat Dipermalukan
Sementara itu, sejumlah fungsionaris Partai Demokrat menilai penahan Sarjan Tahir oleh KPK merupakan tindakan yang memalukan. “Rusak sudah citra partai. Upaya kita menutup-nutupi kasus yang ada saja sangat berat, namun dengan tindakan KPK menahan orang penting selevel Sarjan Tahir semakin membuat mesin partai jalan di tempat,” tuturnya.

Sedangkan Sekretaris Fraksi PD Soetan Bhatoegana menyatakan, keberadaan Sarjan di kursi dewan terancam dicopot. "Jabatan di kepartaian bisa dinonaktifkan kalau sudah definitif bersalah. Kemungkinan juga di-PAW-kan," jelas Soetan menyingkat istilah Penggantian Antar Waktu (PAW).

Saat ini, Partai Demokrat sedang melakukan penyelidikan atas peran Sarjan. "Kemampuan kami terbatas. Istilahnya, kami dokter umum, sedangkan KPK spesialisnya," ujar Soetan.
Namun, Ketua DPP Partai Demokrat Max Sopacua menjelaskan, sangsi tidak akan diberikan bila yang bersangkutan (Sarjan Taher) tidak dimintai keterangannya terlebih dahulu. Demokrat tentu akan memberikan sangsi tegas baik berupa pergantian antar waktu atau recall.

"Klarifikasi harus didengar terlebih dahulu sesuai dengan job description yang mereka telah lakukan.Apapun keputusan partai, tentunya harus mendapatkan konfirmasi terlebih dahulu dari yang bersangkutan. Dan kita juga harus tetap menganut asas praduga tak bersalah sebelum menjatuhkan vonis atau keputusan akhir. Saya kira kalau memang melanggar aturan tentu ada sangsi tegas. Tapi dia juga punya hak menjelaskan dulu kan," kilah Max Sopacua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar