Media Proteksinews

Media Proteksinews

sample media terbit

sample media terbit

Cari Blog Ini


Laman

RNI

RNI
kantor pusat

Selasa, 16 Maret 2010

TOMY WINATA SAS MUNCUL TERINSPIRASI SISTEM PERTANIAN DI CINA

Pimpinan Artha Graha Network Tomy Winata termasuk salah satu pengusaha
yang antusias dalam merambah bisnis di bidang pangan sebagai kebutuhan
pokok masyarakat Indonesia. Bagaimana kisahnya?
Dengan mengembangkan pola penanaman plasma, melalui PT Sumber Alam
Sutera (dulu bernama PT Sumber Alam Sultra), ia mengembangkan benih
padi hibrida di Tulang Bawang, Lampung, juga Kendari, Sulawesi Tenggara,
dan Sukabumi, Jawa Barat. PT SAS bertindak sebagai penyedia bibit padi,
sekaligus pembeli hasil panen.
Tomy mengaku terinspirasi sistem pertanian yang dikembangkan di Cina. Di
sana, padi hibrida sudah dikembangkan sejak 1970. Kemampuan
produksinya mencapai 20 ton per hektar sehingga membuat penasaran
chairman kelompok Artha Graha itu.
Menurut eksekutif PT SAS, Heka, selain Cina, negeri tetangga seperti
Vietnam, Filipina, dan India juga ikut menggunakan benih serupa. Maka pada
2002 Tomy pun menuangkan gagasan untuk ikut mengembangkannya di
Indonesia.
Tak sampai setahun kemudian ia mendirikan PT SAS, di Kendari, Sulawesi
Tenggara. Untuk menopang usahanya PT SAS menjalin kerja sama dengan
Balai Besar Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Di Lembaga riset
pertanian terbesar di Indonesia itu, benih hibrida dikembangkan sebelum
dipasarkan ke petani. Selain dengan Balai Besar Padi Sukamandi, Tomy juga
menjalin kerja sama dengan Guo Hao Seed Industries.
Nama yang terakhir ini adalah satu dari 15 perusahaan benih terbesar di
Cina. Dari perusahaan ini pula sebanyak seribu ton benih hibrida diekspor ke
Vietnam. Di Kendari, kata Heka, bibit yang dipasarkan PT SAS sudah diuji
coba di lahan yang sangat tandus. Hasilnya memuaskan, delapan hingga
sembilan ton per hektar. Benih serupa juga dipamerkan di lahan pasang surut
di Rawa Jita, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
Di lahan yang paling tak diminati para petani itu hasil panennya bisa
mencapai 8-12 ton per hektar. “Kalau di lahan yang tandus dan pasang surut
saja hasilnya baik, apalagi di lahan pertanian irigasi,” kata Heka. Hingga akhir
2006 perusahaan itu mampu memenuhi kebutuhan bibit padi hibrida untuk 10
ribu hektar sawah.
Pada 2008 saja Tomy telah menyebar bibitnya di Lampung dengan luas 1.700
ha, Nusa Tenggara Barat (25 ha), Bali (11 ha), Singkawang, Kalimantan Barat
(20 ha), dan Jambi (36 ha). Tahun ini, SAS menargetkan bisa menyuplai bibit
padi hibrida untuk 100 ribu ha sawah.
PT SAS menjual benih hibridanya Rp 50 ribu per kg. Bila setiap ha sawah
membutuhkan 15 kilogram bibit, berarti petani harus mengeluarkan ongkos
Rp 750 ribu. Heka mengatakan perusahaannya juga melakukan
pendampingan bagaimana benih itu ditanam hingga masuk masa panen.
Setelah itu, “Hasilnya kami beli mengacu pada harga pasar,” katanya.
Menurut Heka, Rp 50 ribu per kilogram bukanlah harga premium. Biaya itu
sama saja dengan mengembangkan benih padi biasa. Mulai dari bibit,
pengolahan lahan, perawatan, hingga pasca panen, biaya yang dibutuhkan
sekitar Rp 3-5 juta per hektar, “Relatif sama dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk padi konvensional, tetapi dengan hibrida hasilnya lebih
tinggi sekitar 20-40 persen,” ujarnya.
Untuk mengurangi beban petani, PT SAS juga mulai melibatkan mereka
dalam penangkaran benih. Hasilnya ditampung perusahaan. Jadi, selama
menunggu masa panen mereka bisa kerja sambilan menagkar benih. “Jadi
mereka tak buru-buru menjual padinya kepala pengijon atau tengkulak,” kata
Heka.
SBY PANEN PADI BERNAS PRIMA PT SAS
Melihat keberhasilan benih padi SAS, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang akrab dipanggil SBY pun turun ke sawah meresmikan panen raya padi
jenis varietas Bernas Prima yang dikembangkan Arta Graha Network itu di
Sukabumi, Jawa Barat. Hadir di tempat upacara Pimpinan Artha Graha Tomy
Winata, Dahlan Iskan, juga Peggy Melati Sukma.
Sedangkan Presiden didampingi oleh Gubernur Jawa Barat A Heryawan,
Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Seskab Sudi Silalahi, Meneg BUMN
Sofyan Djalil, dan Dirut Bulog Mustafa Abubakar. Dalam kesempatan itu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pada 2008 Indonesia
kembali
mengalami
swasembada
beras
dan
jagung.
Untuk
mempertahankannya SBY mengeluarkan instruksi bagi Bupati, Walikota, dan
Gubernur se-Indonesia.
Menurut SBY untuk mempertahankan swasembada beras, ketersediaan
lahan persawahan menjadi syarat mutlak. “Saya minta kepala daerah ketika
mengeluarkan izin pembangunan, jangan sampai mengancam lahan
pertanian,” kata SBY saat panen raya padi jenis hibrida bernas prima di
Kelurahan Situ mekar, Kecamatan Lembur Situ, Sukabumi itu.
Usaha lain untuk mempertahankan swasembada beras, kata SBY,
pemerintah akan membangun sarana irigasi dan pengairan yang layak bagi
lahan-lahan pertanian. Ia mengakui dalam 10 tahun terakhir, pembangunan
infrastruktur pertanian terbengkalai. Untuk itu, Pemerintah akan terus
memberikan subsidi benih dan pupuk bagi petani. Jumlahnya dari tahun ke
tahun akan ditingkatkan.
“Tapi saya minta jangan sampai ada penyimpangan. Yang menyelewengkan
harus diberi sanksi tegas,” kata SBY. Dengan swasembada beras, ujar SBY
pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor beras, sebab impor beras akan
menyedot devisa Negara yang cukup besar. Selain itu, impor beras juga
menganggu perdagangan bahan makanan pokok ini di dalam negeri.
Kepada ratusan petani di Sukabumi, SBY memamerkan prestasinya di bidang
pertanian. Menurut SBY produksi padi (gabah kering giling) dalam empat
tahun terakhir atau di masa pemerintahannya terus meningkat. Pada 2005
produksinya 51 juta ton, 2006 menjadi 54 juta ton atau naik 0,56 persen. Pada
2007 naik lagi menjadi 57 juta ton, naik 4,96 persen.
Menurut SBY ini merupakan kenaikan tertinggi dalam 12 tahun sebelumnya.
“Tahun 2008 produksi padi kita mencapai 60 juta ton, naik 5,46 persen.
Sejarah mencatat rekor baru” kata SBY.
Subsidi pertanian lanjut SBY juga terus ditingkatkan. Pada 2005 subsidinya
Rp 9 triliun, tahun ini Rp 29 triliun, tahun depan insya Allah Rp 33 triliun,
tandas SBY.
SBY dalam kesempatan itu memanen padi hibrida Bernas Prima yang
dikembangkan SAS yang bernaung bawah Artha Graha Network dan
bekerjasama dengan Guo Hau Seed Industries dari China. Padi hibrida yang
ditanam kelompok tani Harum I Kelurahan Situ Mekar, Kecamatan Lembur
Situ itu mampu menghasilkan panen 12 ton-16 ton per ha. TOMY WINATA
SAS MUNCUL TERINSPIRASI SISTEM PERTANIAN DI CINA
Pimpinan Artha Graha Network Tomy Winata termasuk salah satu pengusaha
yang antusias dalam merambah bisnis di bidang pangan sebagai kebutuhan
pokok masyarakat Indonesia. Bagaimana kisahnya?
Dengan mengembangkan pola penanaman plasma, melalui PT Sumber Alam
Sutera (dulu bernama PT Sumber Alam Sultra), ia mengembangkan benih
padi hibrida di Tulang Bawang, Lampung, juga Kendari, Sulawesi Tenggara,
dan Sukabumi, Jawa Barat. PT SAS bertindak sebagai penyedia bibit padi,
sekaligus pembeli hasil panen.
Tomy mengaku terinspirasi sistem pertanian yang dikembangkan di Cina. Di
sana, padi hibrida sudah dikembangkan sejak 1970. Kemampuan
produksinya mencapai 20 ton per hektar sehingga membuat penasaran
chairman kelompok Artha Graha itu.
Menurut eksekutif PT SAS, Heka, selain Cina, negeri tetangga seperti
Vietnam, Filipina, dan India juga ikut menggunakan benih serupa. Maka pada
2002 Tomy pun menuangkan gagasan untuk ikut mengembangkannya di
Indonesia.
Tak sampai setahun kemudian ia mendirikan PT SAS, di Kendari, Sulawesi
Tenggara. Untuk menopang usahanya PT SAS menjalin kerja sama dengan
Balai Besar Padi Sukamandi, Subang, Jawa Barat. Di Lembaga riset
pertanian terbesar di Indonesia itu, benih hibrida dikembangkan sebelum
dipasarkan ke petani. Selain dengan Balai Besar Padi Sukamandi, Tomy juga
menjalin kerja sama dengan Guo Hao Seed Industries.
Nama yang terakhir ini adalah satu dari 15 perusahaan benih terbesar di
Cina. Dari perusahaan ini pula sebanyak seribu ton benih hibrida diekspor ke
Vietnam. Di Kendari, kata Heka, bibit yang dipasarkan PT SAS sudah diuji
coba di lahan yang sangat tandus. Hasilnya memuaskan, delapan hingga
sembilan ton per hektar. Benih serupa juga dipamerkan di lahan pasang surut
di Rawa Jita, Kabupaten Tulang Bawang, Lampung.
Di lahan yang paling tak diminati para petani itu hasil panennya bisa
mencapai 8-12 ton per hektar. “Kalau di lahan yang tandus dan pasang surut
saja hasilnya baik, apalagi di lahan pertanian irigasi,” kata Heka. Hingga akhir
2006 perusahaan itu mampu memenuhi kebutuhan bibit padi hibrida untuk 10
ribu hektar sawah.
Pada 2008 saja Tomy telah menyebar bibitnya di Lampung dengan luas 1.700
ha, Nusa Tenggara Barat (25 ha), Bali (11 ha), Singkawang, Kalimantan Barat
(20 ha), dan Jambi (36 ha). Tahun ini, SAS menargetkan bisa menyuplai bibit
padi hibrida untuk 100 ribu ha sawah.
PT SAS menjual benih hibridanya Rp 50 ribu per kg. Bila setiap ha sawah
membutuhkan 15 kilogram bibit, berarti petani harus mengeluarkan ongkos
Rp 750 ribu. Heka mengatakan perusahaannya juga melakukan
pendampingan bagaimana benih itu ditanam hingga masuk masa panen.
Setelah itu, “Hasilnya kami beli mengacu pada harga pasar,” katanya.
Menurut Heka, Rp 50 ribu per kilogram bukanlah harga premium. Biaya itu
sama saja dengan mengembangkan benih padi biasa. Mulai dari bibit,
pengolahan lahan, perawatan, hingga pasca panen, biaya yang dibutuhkan
sekitar Rp 3-5 juta per hektar, “Relatif sama dengan biaya yang harus
dikeluarkan untuk padi konvensional, tetapi dengan hibrida hasilnya lebih
tinggi sekitar 20-40 persen,” ujarnya.
Untuk mengurangi beban petani, PT SAS juga mulai melibatkan mereka
dalam penangkaran benih. Hasilnya ditampung perusahaan. Jadi, selama
menunggu masa panen mereka bisa kerja sambilan menagkar benih. “Jadi
mereka tak buru-buru menjual padinya kepala pengijon atau tengkulak,” kata
Heka.
SBY PANEN PADI BERNAS PRIMA PT SAS
Melihat keberhasilan benih padi SAS, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
yang akrab dipanggil SBY pun turun ke sawah meresmikan panen raya padi
jenis varietas Bernas Prima yang dikembangkan Arta Graha Network itu di
Sukabumi, Jawa Barat. Hadir di tempat upacara Pimpinan Artha Graha Tomy
Winata, Dahlan Iskan, juga Peggy Melati Sukma.
Sedangkan Presiden didampingi oleh Gubernur Jawa Barat A Heryawan,
Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Seskab Sudi Silalahi, Meneg BUMN
Sofyan Djalil, dan Dirut Bulog Mustafa Abubakar. Dalam kesempatan itu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pada 2008 Indonesia
kembali
mengalami
swasembada
beras
dan
jagung.
Untuk
mempertahankannya SBY mengeluarkan instruksi bagi Bupati, Walikota, dan
Gubernur se-Indonesia.
Menurut SBY untuk mempertahankan swasembada beras, ketersediaan
lahan persawahan menjadi syarat mutlak. “Saya minta kepala daerah ketika
mengeluarkan izin pembangunan, jangan sampai mengancam lahan
pertanian,” kata SBY saat panen raya padi jenis hibrida bernas prima di
Kelurahan Situ mekar, Kecamatan Lembur Situ, Sukabumi itu.
Usaha lain untuk mempertahankan swasembada beras, kata SBY,
pemerintah akan membangun sarana irigasi dan pengairan yang layak bagi
lahan-lahan pertanian. Ia mengakui dalam 10 tahun terakhir, pembangunan
infrastruktur pertanian terbengkalai. Untuk itu, Pemerintah akan terus
memberikan subsidi benih dan pupuk bagi petani. Jumlahnya dari tahun ke
tahun akan ditingkatkan.
“Tapi saya minta jangan sampai ada penyimpangan. Yang menyelewengkan
harus diberi sanksi tegas,” kata SBY. Dengan swasembada beras, ujar SBY
pemerintah tidak perlu lagi melakukan impor beras, sebab impor beras akan
menyedot devisa Negara yang cukup besar. Selain itu, impor beras juga
menganggu perdagangan bahan makanan pokok ini di dalam negeri.
Kepada ratusan petani di Sukabumi, SBY memamerkan prestasinya di bidang
pertanian. Menurut SBY produksi padi (gabah kering giling) dalam empat
tahun terakhir atau di masa pemerintahannya terus meningkat. Pada 2005
produksinya 51 juta ton, 2006 menjadi 54 juta ton atau naik 0,56 persen. Pada
2007 naik lagi menjadi 57 juta ton, naik 4,96 persen.
Menurut SBY ini merupakan kenaikan tertinggi dalam 12 tahun sebelumnya.
“Tahun 2008 produksi padi kita mencapai 60 juta ton, naik 5,46 persen.
Sejarah mencatat rekor baru” kata SBY.
Subsidi pertanian lanjut SBY juga terus ditingkatkan. Pada 2005 subsidinya
Rp 9 triliun, tahun ini Rp 29 triliun, tahun depan insya Allah Rp 33 triliun,
tandas SBY.
SBY dalam kesempatan itu memanen padi hibrida Bernas Prima yang
dikembangkan SAS yang bernaung bawah Artha Graha Network dan
bekerjasama dengan Guo Hau Seed Industries dari China. Padi hibrida yang
ditanam kelompok tani Harum I Kelurahan Situ Mekar, Kecamatan Lembur
Situ itu mampu menghasilkan panen 12 ton-16 ton per ha. (Halim Mashati)